Mempawah, adalah nama sebuah ibukota kerajaan yang telah di cetuskan
dalam diskusi berdasarkan sumber dari Mempawah Hulu mengatakan berasal dari buah
asam paoh dan Mempawah Hilir mengatakan dari kata pohon mempelam paoh, karena
pohon ini banyak tumbuh di sekitar Kota Mempawah.
Dari sumber lain mengatakan nama Mempawah berasal dari kata “Nam Pawa”, yaitu bahasa China yang
berarti “Arah Selatan” dengan latar
belakang orang China pernah dating ke Kalimantan Barat, dimulai pada
pertengahan abad ke-16 (yang artinya masih dalam Kerajaan Bangkule Rajangk).
Bahkan Belanda pendatang kedua pada abad ke-18, oleh lidah mereka menyebutkan
Mempawa.
Nama mempawah itu sendiri berasal dari pendiri Kerajaan Mempawah yaitu
Panembahan Adijaya yang menamakan Kerajaannya “Mempawah” dengan imbasannya asam
pauh, mempelam pauh dan nampawa.
Sebelum terkenalnya
Kerajaan Mempawah yang dikenal dengan Istana Amantubillah dan Opu Daeng
Manambon, dulu telah ada Kerajaan Dayak yang ketika itu sangat popular di
Kalimantan Barat. Dan apabila ingin menceritakan tentang Kerajaan di Kalimantan
Barat, maka tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan penduduk asli yaitu Suku
Dayak yang dahulu menjadi penguasa. Kerajaan Melayu
(Islam) di Kalimantan Barat tumbuh sebelum Imperium Malaka jatuh ketangan
Portugis pada abad ke 16, sebagaimana yang telah kita ketahui adanya Kerajaan
Mempawah, Kerajaan Sambas, Kerajaan Matan (Ketapang) dan sejumlah kerajan kecil
lainnya di daerah pedalaman. Perkembangan Kerajaan Melayu di Kalimatan Barat,
khususnya Sambas, Mempawah, dan Ketapang tidak terlepas dari kontibusi
pahlawan-pahlawan Bugis yang memainkan peran di Kepulauan Riau dan Tanah
Semenanjung. Dalam hal
kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah salah satunya yaitu Ritual
Robo’-Robo’. Sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar
diyakini sebagi bulan naas dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan
berbagai malapetaka pada Bulan Safar. Oleh sebab itu, masyarakat yang menyakini hal tersebut akan mengelar ritual khusus agar terhindar dari
“kemurkaan” Bulan Safar. Ritual tersebut juga untuk dimaksudkan sebagai
penghormatan terhadap arwah leluhur.
Namun padangan
tersebut di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang
menganggap Bulan Safar sebagai bulan “keberkahan” dan kedatangannya senantiasa
dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat
besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hinga saat ini. Kerajaan Mempawah
banyak dikenal orang karena pemerintahan Opu Daeng Menambon, yaitu sejak tahun
1737. Pertama kali Kerajaan Mempawah berdiri, pusat pemerintahannya bukanlah
terletak di Mempawah seperti yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalnnya
sekarang. Tetapi pusatnya terletak di Pegunungan Sadiniang (Mempawah Hulu).
Kerajaan yang sangat terkenal saat itu adalah Kerajaan Suku Dayak, Dalam
pemerintahan Kerajaan Mempawah, terdapat dua zaman yaitu zaman Hindu dan zaman
Islam. Pada zaman Hindu Kerajaan di pimpin oleh Suku Dayak. Sedangkan pada
zaman Islam di mulai dari kepemimpinan Opu Daeng Menambon.
a. Pemerintahan
Kerajaan Dayak dalam kekuasaan Patih Gumantar.
Pada masa Kerajaan
yang dipimpin oleh Patih Gumantar, disebut kerajaan Bangkule Rajangk, pusat pemerintahannya di Sadaniang, bahkan
Kerajaan dinamakan Kerajan Sadaniang. Pada masa kekuasaan Raja Patih Gumantar, Kerajaan Bangkule Rajakng berada
dalam era kejayaan dan sangat terkenal. Sehingga banyak kerajaan tetangga ingin
merebutnya. Salah satu Kerajaan itu adalah Kerajaan Suku Bijau (Bidayuh) di
Sungkung. Karena keinginan yang kuat untuk merebut Kerajaan tersbut, terjadilah
Perang Kayau Mengayau (memenggal kepala orang). Meskipun Patih Gumantar
terkenal raja yang sangat berani, tetapi dengan adanya serangan yang mendadak
dari Kerajaan Biaju, akhirnya Patih Gumantar kalah. Kepalanya terkayau oleh
orang-orang Suku Biaju dan dibawa ke kerajaannya. Pada peristiwa itu juga
banyak jatuh korban di antara kedua belah pihak. Akibatnya sejak kematian Patih
Gumantar menyebabkan Kerajaan Sadaniang ini hancur.
b. Raja Kudung
Beberapa abad
kemudian sekitar tahun 1610, kerajaan ini bangkit kembali dibawah kekuasaan
Raja Kudung dan pusat pemerintannya dipindahkan ke Pekana (sekarang namanya
Karangan). Kerajaan ini berdiri tidak ada hubungannya dengan Patih Gumantar, tidak banyak yang
dapat diceritakan dari kerajaan ini. Yang jelas, setelah beliau wafat dan
dimakamkan di Pekana, hulu sungai Mempawah, berakhir pula pemerintah Raja
Kudung.
c. Raja Senggaok
Setelah Raja Kudung
wafat, pemerintahn diambil oleh Raja Senggaok. Pada masa pemerintahan Raja
Senggaok, pusat pemerintatan dipindahklan daerah Pekana ke Senggaok (masih di
Hulu Sungai Mempawah). Raja Senggaok lebih terkenal dengan nama Penembahan
Senggaok. Raja Senggaok mempunyai Istri bernama Putri Cermin, salah satu Putri
Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri (Sumatera). Dalam perkawinannya,
Raja Senggaok dan Putri Cermin dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama
Utin Indrawati.Pada saat perkawinan Raja Senggaok dan Putri Cermin, diramalkan
seorang ahli nujum apabila kelak lahir seorang anak perempuan (Utin Indrawati),
maka kerajaan mereka akan diperintah ole seorang raja dari kerajaan lain.
Ketika umur Utin Indrawati telah cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Sultan
Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari perkawinan ini, mereka
dikaruniai seorang Putri berparas cantik yang diberi nama Puteri
Kesumba.Ramalan ahli nujum tersebut menjadi kenyataan. Setelah berakhir masa
pemerintana Raja Senggaok. Kerajaan tersebut diperintah oleh Opu Daeng Menambon
pelaut ulung dari kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan.
Zaman Islam
Sebelum Opu Deang
Menambon menjadi seorang raja, banyak hal yang telah beliau alami. Opu Daeng Menambon, bukanlah oarng asli Kalimantan,. Beliau
serta keempat kakak beradiknya berasal dari Kerajaan Luwu (Sulawesi Selatan).
Mereka terkenal pelaut ulung dan berani. Mereka meninggalkan daerah
kelahirannya merantau mengarungi lautan luas menuju Banjarmasin, Betawi,
berkeliling sampai Johor, Riau, semenanjung Melayu, akhirnya sampai pula di
Kerajaan Matan (Ketapang).Dalam perantauannya, mereka berlima banyak membantu
kerajaan-kerajaan kecil. Baik yang terlibat perang antar kerajaan maupun perang
antar saudara.karena kebiasaan tersebut dan sifatnya yang suka menolong inilah,
mereka terkenal sampai dimana-mana.Pada saat kedatangan mereka di kerajaan
Matan, disaat itu kerajaan tersebut sedang terjadi perang saudara. Penyebabnya
adalah adik kandung Sultan Muhammad Zainuddin (Raja Matan) yang bernama
Pangeran Agung menyerang Sultan Muhammad Zainuddin. Tujuan dari penyerangan ini
adalah ingin merebut tahta Kerajaan Matan. Tanpa perlawanan, keluarga Raja
diungsikan ke Banjarmasin.Dengan bantuan oarng-orang Bugis, Sultan Muhammad
Zainudin mengadakan penyerangan tetapi selalu kalah. Sampai akhirnya Beliau
sendri ditawan dan dipenjara didalam mesjid Agung Tanjungpura (Matan).Pada saat
Beliau dipenjara, Beliau sempat mengirim surat kepada kelima kakak beradik
melalui rakyat yang masih setia kepadanya. Surat tersebut berisi meminta
bantuan untuk merbut kembali tahta kerajaan yang telah dirampas oleh adiknya.
Menerima surat dari Sultan Muhammad Zainuddin, Opu Daeng Menambon beserta
keempat saudaranya yang sedang berada di Kerajaan Johor utuk membantu kerajaan
tersebut yang diserang oleh kerajaan kecil dari Minangkabau, langsung kembali
ke Kerajaan Matan untuk membantu Beliau. Singkat cerita, mereka dapat
mengalahkan Pangeran Agung tanpa melalui pertumpahan darah. Sultan Muhammad
Zainudin kembali memegang tampuk pemerintahan di Kerajaan Matan.
Pada waktu mereka
berlima membantu Sultan Muhammad Zainuddin inilah, Opu Daeng Menambom
diperkenalkan kepada Putri Kesumba. Akhirnya dari perkenalan mereka itu, mereka
menikah. Putri Kesumba merupakan cucu dari Penembahan Senggaok. Dalam
pernikahannya antara Opu Deang Menanbon, mereka dikaruniai beberapa orang putra
dan putri. Tetapi yang paling terkenal yaitu Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril
atau Penembahan Adijaya Kesuma Jaya.
a. Opu Daeng
Menambon
Tidak lama
kemudian, ada kabar dari Kerajaan Mempawah kalau wafat. Tahta kerajaan berikut
harta peninggalannya diserahakan kepada Sultan Muhammad Zainuddin. Maka
diserahkanlah senua itu pada menantunya yaitu Opu Daeng Menambon, termasuk
tahta Kerajaan Mempawah.Akhirnya Opu Deang Menanbon menjadi Raja Mempawah yang
pertama memeluk agama Islam. Saat dinobatkan menjadi Raja, Opu Daeng Menambon
bergelar Pengeran Surya Negara dan Putri Kesumba bergelar Ratu Agung
Sinuhun.Sejak Opu Daeng Menambon naik tahta, pusat pemerintahan dipindahkan
dari Senggaok ke Sebukit Rama. Daerah Sebukit Rama adalah sebuah tempat yang
subur makmur, ramai didatangi para pedagang dari daerah sekitarnya.Pada masa
pemerintah Opu Daeng Menambon, terdapat banyak perbedaan dengan
penguasa-penguasa sebelumnya. Perbedaan yang mencolok diantaranya adalah sistem
pemerintahannya. Sebelumnya, hukum bersumber pada adat setempat, yaitu hukum
adat Suku Dayak. Tetapi setelah Opu Daeng Menambon berkuasa, sistem
pemerintahan selain bersumber dari adat setempat, melainkan juga bersumber
hukum Syara yang bersumber pada Agama Islam. Dengan adanya Agama Islam yang
dipakai sebagai sumber hukum pemerintahnya, maka pada saat pemerintahan raja
ini, agama islam menyebar sanpai ke daerah sekitar Mempawah. Dan sejak itu pula
Kerajaan Mempawah menjadi Kerajaan Islam
Selain itu,
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Opu Daeng Menambon berjalan dengan lancer,
kerana beliau termasuk seorang raja yang bijaksana dan penduduknya beragama
islan serta taat. Dalam memecakan masalah, beliau selalu bermusyawarah dengan
bawahannya.Setelah kira-kiara 20 tahun Opu Daeng Menambon memegang tampuk
pemerintahan, beliau wafat. Tepatnya pada hari Senin, tanggal 20 Safar 1175
Hijiriah, atau 1761 Masehi. Opu Daeng Menambon dimakamkan di Sebukit Rama.
b. Gusti Jamiril
Setelah Opu Daeng
Menambon wafat, maka tampuk kerajaan diserahkan kepada Gusti Jamiril yang
bergelar Penembahan Adijaya Kesuma Jaya. Sejak Gusti Jamiril menjadi raja,
Kerajaan Mempawah makin terkenal. Mempawah menjadi Bandar Dagang yang ramai.
Wilayah kekuasaanya pun semakin luas. Bukan hanya itu, Kerajaan Mempawah juga
memgalami masa kejayaannya. Pada saat
pemerintahan Gusti Jamiril, Kerajaan Mempawah selalu bertempur melawan Belanda.
Ini disebabkan karena Beliau difitnah, dibenci dan mau memberontak terhadap
pemerintahan Hindia Belanda. Tentunya, Belanda murka dan mengerahkan ratusan
prajuritnya yang bermakas di Pontianak untuk menyerang Kerajaan
Mempawah.Melihat situasi yang tidak baik, Gusti Jamiril memindahkan pusat
pemerintahan di Sunga (karangan) yang letaknya di Mempawah Hulu. Keputusan
tersebut diambil karena pada masa itu hubungan baik komunikasi maupun
transportasi Mempawah ke Karangan sangat sulit sehingga pergerakkan pasukan
Belanda menuju Karangan berjalan lambat sekali.Kedatangan Gusti Jamiril di
Sunga disambut baik oleh masyarakat setempat. Tetapi belum sempat Gusti Jamiril
mengusir Belanda, beliau wafat pada hari Ahad (minggu) bula Zulhijjah 1204 H
bertepatan dengan tahun 1790 M. Beliau dimakamkan di Karangan, karena beliau
pernah bersumpah tidak rela dikuburkan ditanah yang telah diinjak oleh Belanda.
c. Syarif Kasim
Pada saat Gusti
Jamiril meninggalkan Mempawah menuju karangan, roda pemerintahan tidak ada yang
mengendalikan. Maka Belanda mengangkat Syafif Kasim (Putra dari Sultan
Abdurrahman dari Kerajaan Pontianak) menjadi Raja Mempawah. Syarif Kasim
memegang pemerintahan di Kerajaan Mempawah hanya sebentar saja. Hal ini
disebabkan beliau harus menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja di Kerajaan
Pontianak.
d. Syarif Hussein
Setelah Syarif
Kasim yang dipanggil pulang untuk menggantikan ayahnya menjadi raja, maka
disuruhlah adiknya yang bernama Syarif Hussein menggantikan kedudukannya.
Lagi-lagi Syarif Hussein memerintah hanya sebentar saja karena Putra raja Gusti
Jamiril yang bernama Gusri Jati berhasil memukul mundur pasukan Belanda.
e. Gusti Jati
Dibawah pimpinan
Gusti Jati dengan bantuan Gusti Mas, Belanda berhasil dipukul mundur dari pusat
Kerajaan. Dengan perginya Belanda dari Mempawah, tahta kerajaan diambil alih
oleh Gusti Jati sebagai Putra Mahkota.Gusti Jati yang bergelar Sultan Muhammad
Zainal Abidin memindahkan pusat pemerintahan yang dulunya di Sebukit Rama,
sekarang dipindahkan ke Mempawah, tepatnya di Pulau Pedalaman. Tempat ini
sangat strategis untuk pernag karena terletak di tepi sungai. Selain itu, Gusti
Jati merupakan pendiri Kota Mempawah. Kerajaan Mempawah dibawah kekuasaan Gusti
Jati semakin tersohor sebagai pusat perdagangan dan kota pertahanan yang kokoh.
Belanda tidak mau lagi menyerang Mempawah. Mereka mengubah siasatnya yaitu
menmpuh jaln damai. Namun, Mempawah malah mendapat serangan dari Kerajaan
Pontianak. Akhirnya Kerajaan Mempawah kalah disebebkan armada laut Kerajaan
Pontianak sangat tangguh. Dengan kekalahan ini Gusti Jati meninggalkan Kota
Mempawah menuju ke daerah kerajaan lama. Dengan demikian Kerajaan Mempawah
tidak ada yang memerintah.
f. Gusti Amir
Setelah meninggal,
tahta yang kosong diisi oleh Belanda dengan menobatkan Gusti Amir dengan gelar
Panembahan Adinata Karma Oemar Kamaruddin.
g. Gusti Mu’min
Setelah Gusti Amir
wafat, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mu’min. yang menobatkannya menjadi
raja, juga pemerintahan Belanda. Hal ini disebabkan sebelum menjadi raja,
beliau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Saat menjadi raja, Gusti Mu’min
bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma. Gusti Mu’min tidak lama menjadi
karena setelah selesai penobatan beliau wafat dan sebab itu lah beliau disebut
Raja Sehari.
h. Gusti Mahmud
Wafatnya Gusti
Mu’min, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mahmud. Beliau bergelar Panembahan
Muda Mahmud Alauddin.
i. Gusti Usman
Setelah Gusti
Mahmud wafat, sebagai penggantinya adalah Putra Mahkota yang bernama Gustu
Usman. Gusti Usman bergelar Panembahan Usman Natajaya Kesuma.
j. Gusti Ibrahim
Gusti Usman
mangkat, maka tahta dipegang oleh Gusti Ibrahim yang bergelar Panembahan
Ibrahin Muhammad Tsafiudin. Pada saat pemerintahannya, Belanda mulai lagi
menyakiti hati rakyat Mempawah. Sehingga tahun 1941 timbul pemberontakan Suku
Dayak terhadap Belanda. Apalagi Belanda sudah mulai menggunakan kekrasan dan
memaksa rakyat untuk membayar pajak. Peristiwa ini disebut Perang Sangking.
k. Gusti Intan
Setelah Gusti
Ibrahim wafat, Putra Mahkota dari Gusti Ibrahim yang bernama Gusti Taufik belum
cukup umur untuk menjadi raja. Sehingga tahta kerajaan dipegang oleh Gusti
intan yaitu kakak dari Gusti Taufik. Gusti Intan bergelar Panembahan Mangku.
l. Gusti Taufik
Setelah Gusti
Taufik dewasa, maka Beliau naik tahta pada tahun1902 M dab bergelar Panembahan
Muhammad Taufik Accamaddin. Kurang lebih 42 Tahun Gusti Taufik memerintah
Kerajaan Mempawah, Jepang datang. Pada waktu pendudukan Jepang inilah terjadi
suatu tragedi di Kalimantan Barat. Tragedy yang dimaksud adalah pembantaian
secara besar-besaran terhadap para raja, tokoh masyarakat, kaum cendekiawan
maupun rakyat biasa. Salah satunya koraban pembantaian tersebut ialah Raja
Mempawah bersama-sama dengan Raja dari daerah lainnya. Kemudian 12 kepa
Swapraja beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang ditangkap Jepang yang akan
memberontak terhadap rezim “Pemerintah Bala Bantuan Tentara Jepang” semuanya
dihukum mati. Korban Pembantaian tersebut tidak kurang dari 21.037 orang. Dan
sebagian korban tersebut dikuburkan di Mandor dalam semak belukar. Sekarang
tempat tersebut menjadi makam pahlawan yang dinamakan “ Makam Juang
Mandor”.Saat Gusti Taufik wafat, Putra Mahkota yang bernama Jimmy Ibrahim masih
terlalu muda untuk menduduki tahta Kerajaan. Untuk memangku jabatan ini, Jepang
mengangkat Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembahan. Sampai berakhirnya masa
jabatan Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembaha, Jimmy Ibrahim tidak pernah
memangku jabatn sabai raja di Kerajaan Mempawah. Dan akhirnya Gusti Taufik
dianggap sebagai raja terakhir di Kerajaan Mempawah.
Peninggalan-peniggalan Kerajaan Mempawah
Ada pun
peniggalan-peniggalan adri Kerajaan Mempawah yang masih dapat di nikmati yaitu
:
1.
Keraton Amantubillah : bekas keraton Mempawah
terletak di Kampung Pedalaman Mempawah Hilir
2.
Makam Raja-Raja Mempawah : makam Raja-raja
terpencar di beberapa tempat, yaitu :
a. Makam Opu Daeng
Menambon di Sebukit Rama
b. Makam Raja-raja di
Kampung Pedalaman Mempawah
c. Makam Panembahan
Adiwijaya di Karangan
3.
Mesjid Jami’ Mempawah : terletak di pinggir
sungai Mempawah, masuk wilayah kampong Pedalaman Mempawah.
Kebudayaan Kerajaan Mempawah
Kebudayaan yang ada
di Kerajaan Mempawah yang telah bercorak Agama Islam yaitu Robo’-Robo’.
Robo’-Robo’ merupakan kebudayaan yang sangat melekat kepada masayarakat Kota
Mempawah dan sekitarnya.
1. Sejarah Robo’-Robo’
Awal diperingatinya
Robo-robo ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon
dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni,
Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan
Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi. Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri
Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin
kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu
Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai
pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.Berlayarnya Opu Daeng Manambon
dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu.
Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh
masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas
dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir
sungai.Terharu karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu
Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di
pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya
bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut
menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang
merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan
warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari
bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.
Prosesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai awal digelarnya hari Robo-robo,
yang saban tahun rutin dilakukan warga Mempawah, dengan melakukan makan di luar
rumah bersama sanak saudara dan tetangga.
Dinamakan Robo-robo
karena ritual ini digelar setiap hari Rabu terakhir bulan Safar menurut
penanggalan Hijriah. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati
kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar
Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang,
ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H.
2. Lokasi Ritual Robo’-Robo’
Lokasi prosesi
Ritual Robo-robo tersebar di beberapa tempat di Kota Mempawah, seperti di muara
Sungai Mempawah di Desa Kuala Mempawah, Istana Amantubillah dan Kompleks
Pemakaman Sultan-sultan Mempawah di Kelurahan Pulau Pedalaman, serta Makam Opu
Daeng Menambon di Sebukit Rama, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat,
Indonesia.
3. Keistimewaan Ritual Robo’-Robo’
Sebagai sebuah
peristiwa budaya, Ritual Robo-robo sarat dengan simbol-simbol yang mengandung
nilai-nilai historis dan kultural. Ritual Robo-robo merupakan napak tilas
kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya dari Kerajaan Matan ke
Kerajaan Mempawah yang konon menggunakan 40 Perahu Bidar. Kedatangan Opu Daeng
Menambon beserta pengikutnya ini menjadi cikal-bakal masuk dan berkembangnya
agama Islam ke Kota Mempawah. Perlahan-lahan, proses islamisasi pun terjadi dan
puncaknya adalah beralihnya Kerajaan Mempawah yang semula beragama Hindu
menjadi kerajaan bercorak Islam.Pengumandangan azan dan pembacaan doa yang
dilakukan oleh Pemangku Adat Istana Amantubillah sebelum dimulainya Ritual
Buang-buang menandakan bahwa dalam prosesi Ritual Robo-robo juga terdapat
nilai-nilai religius. Sesajennya yang terdiri dari beras kuning, bertih, dan
setanggi pun sarat dengan makna-makna tertentu. Nasi kuning dan bertih
melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sedangkan setanggi mengandung makna
keberkahan. Dalam Ritual Buang-buang tidak semata-mata penghormatan dan
pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu sumber
penghidupan masyarakat, tapi juga tersirat keinginan untuk hidup selaras dengan
alam sekitar.
Ritual ini biasanya
dimulai selepas shalat Zuhur, di mana raja Istana Amantubillah beserta para
petinggi istana bertolak dari Desa Benteng menggunakan Perahu Lancang Kuning
dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan
Perahu Bidar diperuntukan bagi petinggi istana. Mereka akan berlayar selama satu
jam menuju muara Kuala/Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah,
Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampainya di muara Sungai
Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat Pemangku Adat mengumandangkan
azan dan membaca doa talak bala (talak balak). Kemudian dilanjutkan dengan
Ritual Buang-buang, yaitu melempar sesajen ke Sungai Mempawah. Setelah itu,
raja beserta para petinggi istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk
bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana
Amantubillah.Kebersamaan dan silaturahmi antarberbagai elemen masyarakat adalah
nilai-nilai lain yang terkandung dalam prosesi Ritual Robo-robo. Hal ini,
misalnya, terlihat pada kegiatan Makan Saprahan. Makan Saprahan adalah makan
bersama-sama di halaman depan Istana Amantubillah menggunakan baki atau talam.
Setiap baki/talam (saprah) yang berisi nasi dan lauk biasanya diperuntukan bagi
empat atau lima orang.Hal lain yang tak kalah menariknya dalam Ritual Robo-robo
adalah dihidangkannya berbagai masakan khas istana dan daerah setempat yang
mungkin tidak lagi populer di tengah-tengah masyarakat, seperti lauk opor ayam
putih, sambal serai udang, selada timun, ikan masak asam pedas, dan sop ayam
putih. Sebagai penganan pencuci mulut disuguhkan kue sangon, kue jorong, bingke
ubi, putuh buloh, dan pisang raja. Sementara untuk minumnya, disediakan air
serbat yang berkhasiat memulihkan stamina.Selain itu, untuk memeriahakan Ritual
Robo’Robo’, biasanya ada menampilkan kesenian Tradisional Melayu masyarakat setempat,
yaitu seperi Tundang (Pantun Berdendang), Tarian Japin, dan Lomba Perahu Bidar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkicau