Tembok Berlin
Oleh otoritas Jerman Timur, Tembok Berlin dikatakan sebagai "Benteng Proteksi Anti-Fasis" (bahasa Jerman: Antifaschistischer Schutzwall), yang menyatakan bahwa negara Jerman Barat belum sepenuhnya dide-nazifikasi. Pemerintah Kota Jerman Barat kadang-kadang mengatakan Tembok Berlin sebagai "Tembok Memalukan"—sebutan yang dicetuskan oleh Walikota Willy Brandt—untuk mengutuk tembok ini karena membatasi kebebasan bergerak. Bersamaan dengan Tembok Pembatas Antar Jerman yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur, kedua tembok pembatas ini menjadi simbol "Tirai Besi" yang memisahkan Eropa Barat dengan Blok Timur selama Perang Dingin.
Sebelum pembangunan tembok ini,
ada sekitar 3,5 juta warga Jerman Timur yang bermigrasi dan membelot ke barat,
salah satunya dengan melewati perbatasan Jerman Timur dan Jerman Barat, lalu
kemudian mereka pun bisa pergi ke negara Eropa Barat lainnya. Antara tahun 1961
dan 1989, tembok ini pun mencegah hal itu. Di rentang waktu kira-kira 30 tahun
ini, ada sekitar 5.000 orang yang mencoba kabur, dengan estimasi ada 100 sampai
200 orang yang meninggal karena ditembak.
Pada tahun 1989, ada perubahan
politik radikal di kawasan Blok Timur, yang berhubungan
dengan liberalisasi sistem otoritas di Blok Timur dan juga mulai berkurangnya
pengaruh Uni
Soviet di negara-negara seperti Polandia
dan Hungaria.
Setelah kerusuhan sipil selama beberapa minggu, pemerintah Jerman Timur
mengumumkan tanggal 9 November 1989 bahwa rakyat Jerman Timur boleh pergi ke
Jerman Barat dan Berlin Barat. Maka, kerumunan orang Jerman Timur pun
menyeberangi dan memanjat tembok itu, diikuti pula dengan warga Jerman Barat di
sisi lain untuk merayakan atmosfer kebebasan. Beberapa minggu setelahnya,
euforia publik dan pemburu souvenir akhirnya meretakkan bagian-bagian tembok
itu. Nantinya, sebagian besar tembok ini dihancurkan oleh pemerintah
menggunakan alat berat. Kejatuhan dari Tembok Berlin membuka jalan terbentuknya
Reunifikasi Jerman, 3 Oktober
1990.
Latar Belakang
Jerman Pasca-Perang Dunia II
Setelah berakhirnya Perang Dunia
II di Eropa, yang tersisa dari bagian barat Perbatasan Oder–Neisse
dibagi menjadi 4 wilayah pendudukan (akibat Perjanjian Potsdam),
masing-masing wilayah itu dikuasai oleh Amerika Serikat, Britania Raya,
Perancis, dan Uni Soviet. Ibukota Berlin, sebagai pusat kontrol, juga
dibagi-bagi menjadi 4 wilayah meskipun kota ini sendiri terletak jauh di dalam
kekuasaan Soviet.
Selama kurang lebih dua tahun,
ada perubahan politik di antara Soviet dan anggota sekutu lainnya. Hal ini
terjadi karena Soviet menolak setuju untuk rencana rekonstruksi kembali Jerman
pasca-perang. Inggris, Perancis, Amerika Serikat, dan negara-negara Beneluks
kemudian bertemu untuk menggabungkan kawasan-kawasan non-Soviet menjadi satu
kawasan untuk direkonstruksi dan menyetujui perluasan dari Marshall
Plan.
Blok Timur dan Blokade Berlin
Setelah berakhirnya Perang Dunia
II, Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin mengepalai gabungan beberapa negara
yang tergabung dalam Blok Timur, antara lain Polandia, Hungaria, dan Cekoslowakia,termasuk
dengan wilayah Jerman yang dikuasai Soviet.[7]
Di awal tahun 1945, Stalin mengungkapkan pada pemimpin komunis Jerman untuk
menyingkirkan Inggris dari zona okupasinya, ditambah Amerika Serikat yang akan
menarik pasukannya dalam satu atau 2 tahun, sehingga kemudian nantinya tidak
ada halangan bagi terbentuknya negara komunis Jerman yang bersatu.
Tugas utama untuk menjalankan
partai komunis di kawasan Soviet adalah menjalankan perintah Soviet ke
penguasa-penguasa administratif, yang nanti hasilnya akan terlihat dari
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kawasan tersebut. Maka, industri-industri
dan banyak properti di Jerman Timur pun segera dinasionalisasi. Jika pernyataan
atau keputusan akhir yang dilaporkan tidak sesuai dengan semestinya, maka orang
yang menjalankan misi ini bisa dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh.
Pada tahun 1948, karena tidak
adanya kesepakatan mengenai rekontruksi ulang dan mata uang baru Jerman, Stalin
mengemukakan Blokade Berlin untuk mencegah masuknya makanan,
material-material, dan berbagai kebutuhan lainnya ke Berlin
Barat. Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada, Australia, Selandia
Baru, dan beberapa negara lainnya segera mengirimkan bantuan pangan dan pasokan
lainnya ke Berlin yang dinamakan "Pengangkutan Berlin".
Soviet kemudian menebarkan kampanye publik yang isinya mengkritisi kebijakan
barat. Komunis juga mencoba merusak pemilu 1948, tapi akhirnya mereka mengalami
kekalahan, ditambah dengan 300.000 warga Berlin Barat yang memprotes agar
bantuan internasional pada mereka tak dihambat. Bulan Mei 1949, Stalin akhirnya
membuka blokade tersebut dan memperbolehkan pengangkutan barang-barang dan
kebutuhan lainnya ke Berlin Barat.
Republik Demokratik Jerman (Jerman
Timur) dideklarasikan pada tangga 7 Oktober 1949. Dengan perjanjian
rahasia, Menteri Luar Negeri Soviet menyetujui otoritas administratif Jerman
Timur, tapi bukan otonomi. Uni Soviet sendiri tetap mempenetrasi dan mengontrol
penuh militer, polisi rahasia, dan administratif Jerman Timur. Jerman Timur berbeda
dengan Jerman Barat (Republik Federal Jerman), yang berkembang menjadi
negara kapitalis dengan budaya Barat dengan sistem ekonomi pasar sosial ("Soziale
Marktwirtschaft" dalam bahasa Jerman) dengan pemerintahan
demokrasi parlementer. Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pada tahun 1950-an
memunculkan "keajaiban ekonomi" ("Wirtschaftswunder").
Dengan ekonomi Jerman Barat yang terus tumbuh dan standar hidupnya semakin
baik, banyak warga Jerman Timur yang ingin pindah ke Jerman Barat.
Pembangunan Tembok
Tembok ini didirikan pada
tanggal 13
Agustus 1961
oleh pemerintahan komunis Jerman Timur di bawah pimpinan Walter
Ulbricht karena Berlin Barat adalah sebuah 'lubang' di negara mereka.
Antara tahun 1949
sampai tahun 1961
sudah lebih dari 2 juta penduduk Jerman Timur melarikan diri lewat Berlin. Hal
ini membuat ekonomi
Jerman Timur menjadi kedodoran, karena kebanyakan orang-orang yang masih muda
yang melarikan diri. Maka secara rahasia dan tiba-tiba tembok ini dibangun.
Tembok Berlin dan Perang Dingin
Tembok Berlin yang mengurung
Berlin Barat dan memotong kota ini persis di tengahnya, menjadi simbol Perang
Dingin yang paling terkenal. Banyak pembesar barat, terutama presiden Amerika
Serikat yang mengunjungi tembok ini untuk mengutuknya. Presiden J.F Kennedy
pada tahun 1963 datang dan berpidato di sisi tembok ini dengan kalimatnya yang
ternama: "Ich bin ein Berliner." Lalu 20 tahun kemudian, pada
tahun 1983 presiden Ronald
Reagan juga berpidato di sini dan mengutuk Uni Soviet
yang disebutnya An Evil Empire, atau sebuah kerajaan kejahatan. Tetapi
pada tahun 1989,
pada hari peringatan Republik
Demokratis Jerman, atau Jerman Timur, pemimpin Uni Soviet,
Mikhail Gorbachev juga sempat mengunjungi Tembok
Berlin dan berkata pada pemimpin Jerman Timur Erich
Honecker bahwa “Barangsiapa terlambat datang, akan dihukum oleh hidup”.
Pelarian melalui Tembok Berlin
Selama Tembok Berlin berdiri,
ada sekitar 5.000 orang yang berhasil melarikan diri. Jumlah orang yang tewas
akibat mencoba kabur, sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Menurut Alexandra Hildebrandt,
Direktur Museum Pos
Pemeriksaan Charlie, diperkirakan jumlah orang yang tewas adalah lebih dari
200 orang. Sebuah kelomok bersejarah di Center
for Contemporary Historical Research (ZZF) di Potsdam
mengkonfirmasikan bahwa ada 136 jumlah orang tewas. Sebelumnya, yang tercatat
resmi adalah 98 orang yang dibunuh.
Runtuhnya Tembok Berlin
Setelah memperbolehkan celah
bagi para penduduknya untuk melewati perbatasan di musim panas, Hungaria
akhirnya secara efektif menghilangkan pembatas fisik negaranya dengan Austria
tanggal 19 Agustus 1989. Di bulan September, lebih dari 13.000 orang Jerman
Timur kabur ke Austria melalui Hungaria. Hal ini menyebabkan beberapa rentetan
kejadian berikutnya. Orang Hungaria mencegah agar tidak semakin banyak orang
Jerman Timur yang menyebrang perbatasan, dan mengembalikan mereka ke Budapest.
Orang-orang Jerman Timur ini memenuhi kedutaan Jerman Barat dan menolak untuk
kembali ke Jerman Timur. Pemerintah Jerman Timur menanggapi hal ini dengan
menutup semua perjalanan ke Hungaria, tapi masih memperbolehkan mereka yang mau
kembali ke Jerman Timur. Pada kesempatan kali ini, otoritas Jerman Timur
memperbolehkan mereka untuk pergi, asalkan saja nanti kereta yang mereka pakai
melewati Jerman Timur. Maka muncullah demonstrasi besar-besaran di Jerman Timur
sendiri. (Lihat Demonstrasi
Senin di Jerman Timur.) Pemimpin Jerman Timur, Erich
Honecker, mengundurkan diri tanggal 18 Oktober 1989 dan digantikan oleh Egon Krenz
beberapa hari kemudian. Honecker telah memprediksi bahwa tembok itu masih akan
bertahan sampai 50 atau 100 tahun lagi, jika kondisi negara itu tidak berubah.
Protes demonstrasi pecah di
seluruh Jerman Timur bulan September 1989. Pada awalnya, para pemrotes ingin
pergi menuju ke barat, sambil meneriakkan "Wir wollen raus!"
("Kami mau pergi!"). Tapi lalu para pemrotes mulai berteriak "Wir bleiben hier",
("Kami akan tetap di sini!"). Maka, ini adalah awal dari apa yang
disebut orang Jerman Timur sebagai "Revolusi Damai"
di akhir 1989. Para pemrotes semakin besar di awal November. Para pemrotes
mencapai puncaknya pada tanggal 4 November, ketika hampir setengah juta orang
berkumpul di Demonstrasi Alexanderplatz.
Sementara itu, para pengungsi
yang meninggalkan Jerman Timur ke Jerman Barat semakin meningkat, dan mereka
menemukan jalan baru untuk keluar dari Jerman Timur, yaitu dengan cara melalui
Hungaria via Cekoslowakia (atau via Kedutaan Jerman Barat di Prague) yang
diizinkan oleh pemerintahan Krenz yang baru, dan dengan persetujuan dengan
pemerintah komunis Cekoslowakia. Agar keadaan tidak semakin rumit, akhirnya
politbiro yang dipimpin oleh Krenz memperbolehkan para pengungsi untuk keluar
langsung melalui pintu perbatasan antara Jerman Timur dan Jerman Barat,
termasuk Berlin Barat pada tanggal 9 November 1989.
Penghancuran
Tanggal ketika tembok ini mulai
dihancurkan adalah 9 November 1989, tapi saat itu tembok ini tidak langsung
dihancurkan saat itu juga. Di sore itu dan beberapa minggu setelahnya,
orang-orang datang membawa palu godam dan sejenisnya untuk menghacurkan
beberapa bagian tembok dan juga menciptakan beberapa lubang perbatasan yang tak
resmi. Orang-orang ini disebut sebagai "Mauerspechte" (pelatuk
tembok).
Rezim Jerman Timur kembali
mengumumkan bahwa mereka akan membuka 10 pintu perbatasan baru, termasuk di
beberapa tempat bersejarah seperti Potsdamer
Platz, Glienicker Brücke, dan Bernauer Straße. Massa
dari 2 sisi menunggu berjam-jam, bersorak-sorai ketika buldoser menghancurkan
tembok ini. Pintu perbatasan baru terus dibuka sepanjang tahun 1990, termasuk
di Gerbang Brandenburg tanggal 22 Desember 1989.
Penduduk Jerman Barat dan Berlin
Barat diperbolehkan masuk Jerman Timur tanpa visa mulai 23 Desember 1989.
Sampai tanggal itu, mereka hanya diperbolehkan masuk dengan berbagai
persyaratan dan diharuskan membuat aplikasi untuk pembuatan visa. Selain itu,
mereka diharuskan membayar minimal 25 DM
per harinya. Maka, sebenarnya pada tanggal 9 November dan 23 Desember ini,
penduduk Jerman Timur lebih bebas daripada Jerman Barat.
Pemberitaan di televisi tentang
banyaknya penduduk yang menghancurkan banyak bagian tembok tanggal 9 November
membuat banyak orang di luar negeri berpikir bahwa tembok ini akan dihancurkan
secepatnya. Sebenarnya, tembok ini tetap dijagai sampai beberapa hari kemudian,
meskipun intensitas penjagaan semakin kecil. Di bulan pertama itu, malahan militer
Jerman Timur berusaha untuk memperbaiki kembali tembok yang dihancurkan oleh
para "pelatuk tembok". Lalu, seiring berjalannya waktu, tindakan ini
dihentikan, dan para penjaga semakin toleran dengan aksi penghancuran tembok
dan perginya penduduk melalui tembok yang lubang. Tanggal 13 Januari 1990,
tembok ini resmi dihancurkan oleh militer Jerman
Timur, dimulai di Bernauer Straße.
Penghancuran tembok ini kembali diteruskan setelah Reunifikasi Jerman sampai
akhirnya selesai bulan November 1991. Hanya sedikit bagian tembok dan menara
tetap dipertahankan, sebagai tempat memorial.
SUMBER: http://id.wikipedia.org/wiki/Tembok_Berlin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkicau